Apakah Si Meong Alami  Seperti Ini?  Waspada tanda-tanda Kucingmu Terkena Rabies Berikut 5 Penyebab Tidak Menghabiskan Makanannya

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM)- Rabies, juga dikenal sebagai penyakit anjing gila, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini dapat menyerang hewan mamalia diantaranya kucing, termasuk manusia, dan memiliki tingkat kematian yang tinggi jika tidak segera diobati. Rabies dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat serius di banyak negara, termasuk Indonesia.

Penularan rabies terutama terjadi melalui gigitan hewan yang terinfeksi virus, terutama anjing. Virus rabies menyebar melalui air liur hewan dan masuk ke dalam tubuh melalui luka atau gigitan. Setelah virus masuk ke dalam tubuh, ia menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan perubahan perilaku, termasuk agresi dan kegelisahan pada hewan.

Gejala awal pada manusia termasuk rasa gatal atau terbakar di area gigitan, demam, sakit kepala, dan kelelahan. Seiring penyakit berkembang, gejala lain seperti gangguan tidur, kecemasan, kebingungan, dan kesulitan menelan dapat muncul. Rabies yang tidak diobati dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari satu minggu setelah gejala muncul.

Di Indonesia, anjing merupakan penyebab utama penularan rabies pada manusia. Kondisi ini disebabkan oleh populasi anjing liar yang tinggi dan kurangnya vaksinasi rabies pada hewan peliharaan. Selain itu, kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang rabies juga menjadi faktor penting dalam penyebaran penyakit ini.

Untuk mencegah penularan rabies, vaksinasi merupakan langkah yang paling efektif. Vaksinasi anjing peliharaan secara rutin dan pengendalian populasi anjing liar sangat penting dalam upaya pemberantasan rabies. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan program vaksinasi massal untuk anjing dan upaya pengendalian populasi anjing liar di beberapa daerah.

Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang tanda dan gejala rabies, bahaya penularannya, dan langkah-langkah pencegahan juga sangat penting. Masyarakat perlu diberikan informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan dan menjauhkan diri dari hewan liar yang berpotensi terinfeksi rabies. Pendidikan mengenai perlindungan dan pengobatan yang tepat setelah gigitan hewan yang mencurigakan juga harus diberikan kepada masyarakat.

 

Peningkatan kerjasama antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam memerangi rabies. Upaya pemberantasan rabies harus dilakukan melalui program vaksinasi yang luas, peningkatan kesadaran masyarakat, pengendalian populasi anjing liar, dan pengobatan yang tepat untuk korban gigitan hewan.

Tanda-tanda Rabies pada Kucing

Seperti diketahui kasus rabies tidak hanya menyerang anjing liar dan anjing peliharaan.

Rabies ternyata juga dapat menulari kucing. Bahkan, kucing yang rabies juga bisa mengigit dan mengancam nyawa manusia.

Seorang bocah berusia 2 tahun 8 bulan di Kelurahan Bali I, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) dilarikan ke puskesmas untuk mendapat penanganan medis.

Bocah berinisial M itu tergigit kucing yang diduga terpapar rabies pada Rabu (14/6/2023) sekitar pukul 16.00 Wita.

"Korban digigit pada bagian kakinya," kata Kepala Bidang Penyehatan dan Pengendalian Penyakit Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Dompu, Maria Ulfa, dikutip dari Kompas.com, Kamis (15/6/2023).

 

Untuk mencegah kondisinya memburuk, luka korban langsung dicuci dengan antiseptik dan mendapatkan vaksin anti-rabies (VAR).

Lalu, bagaimana gejala yang menunjukkan kucing terkena rabies?

Rabies menyerang mamalia

Dokter hewan Universitas Nusa Cendana Aji Winarso menjelaskan bahwa rabies bisa menginfeksi banyak hewan mamalia.

"Mengingat kucing juga karnivora, maka kucing juga mampu menularkan rabies via gigitan," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (19/6/2023).

Meski begitu, menurutnya, infeksi rabies pada kucing termasuk hal yang jarang terjadi.

Umumnya, rabies menyebar akibat serangan anjing dan kelelawar.

Selain itu, kucing, monyet, dan musang juga dapat terkena virus rabies dan berisiko menyerang manusia lewat gigitannya.

Menurut Aji, kucing yang terinfeksi rabies akan menunjukkan gejala yang sedikit berbeda dari anjing.

 

"Anjing (yang) terkena rabies kan menjadi ganas, menggigit apa saja bahkan hewan yang lebih besar. Makanya disebut anjing gila," jelas Aji.

Gejala kucing rabies

Menurut Aji, kucing yang terkena rabies tidak seperti anjing yang selalu terlihat lebih ganas.

Sebaliknya, ada kucing yang justru menjadi lemah setelah mengidap virus tersebut.

"Kalau kucing dapat menunjukkan gejala rabies atau tidak menunjukkan gejala (rabies diam)," ujarnya.

Berikut tanda-tanda yang dapat menunjukkan kucing terkena rabies:

Gelisah

Perubahan temperamen menjadi lebih galak

Menggigit benda di sekitarnya

Terlihat kehausan

Kucing akan bersembunyi

Menyendiri

Lemas

Takut cahaya

Takut air atau hidrofobia

Tidak mengenali pemiliknya

Otak akan rusak

Saraf terganggu

Rahang terkunci atau lock jaw

Tidak bisa berdiri

Menurut Aji, kucing akan terdiagnosis setelah menunjukkan gejala positif rabies selama beberapa hari.

Waktunya berkisar antara 2-24 minggu atau rata-rata 4-6 minggu.

"Kalau ada riwayat tergigit, harus diberi perlakuan perawatan. Setelah itu diobservasi," lanjutnya.

Karena itu, ia menyarankan agar kucing yang tergigit hewan liar sebaiknya segera dicuci lukanya dengan deterjen.

Selanjutnya, Aji mengimbau agar kucing yang terkena rabies dibawa ke klinik hewan, sementara manusia harus segera ke rumah sakit atau puskesmas.

"Kemungkinan kalau sudah gejala muncul, pasti mati," tambah dia.

Nasib kucing yang terkena rabies

Dilansir dari WebMD, kucing akan terkena rabies akibat gigitan binatang liar lain yang membawa virus tersebut.

Setelah tergigit, kucing sebaiknya dibawa ke dokter hewan untuk mendapatkan suntikan guna menghentikan penyebaran virusnya.

Dokter hewan juga mungkin akan mengisolasi kucing untuk mengawasi gejala yang muncul.

Jika sampai menunjukkan gejala, ini berarti kucing positif mengidap rabies dan dapat menulari hewan atau manusia.

Sekarang belum ada pengobatan bagi rabies. Karena itu, kucing rabies kemudian akan mati atau dimatikan menggunakan metode euthanasia.

Penyebab Kucing Tidak Menghabiskan Makanannya

Sama seperti manusia, makanan memiliki peran penting dalam menunjang pertumbuhan dan kesehatan kucing.

Sehingga, Anda perlu memperhatikan apa makanan dan seberapa banyak porsi yang perlu diberikan kepada kucing peliharaan.

Sebagai pemilik, Anda tentu akan merasa khawatir ketika melihat kucing peliharaan kehilangan nafsu makan dan tidak menghabiskan makanannya.

 

Ada banyak alasan yang menyebabkan kucing tidak menghabiskan makanannya. Beberapa tidak berbahaya, misalnya karena mereka tidak suka dengan makanan tersebut. Namun, beberapa alasan bisa lebih serius karena bisa berkaitan dengan kesehatannya.

Dilansir Cats.com dikutip kompas.com, berikut beberapa faktor yang menyebabkan kucing peliharaan tidak menghabiskan makanannya:

1. Porsi makan terlalu banyak

Kucing termasuk hewan yang suka makan dalam porsi kecil namun lebih sering. Jika Anda memberi satu atau dua porsi besar sehari, itu mungkin terlalu banyak untuk perutnya.

Mereka tidak bisa makan makanan dalam porsi besar sekaligus. Ini menjadi salah satu alasan mengapa kucing Anda tidak menghabiskan makanannya.

Perut kucing tidak beradaptasi untuk makan makanan dalam jumlah besar dan mereka lebih suka makan sedikit namun sering.

2. Kucing tidak menyukai makanannya

Alasan lain untuk menjelaskan mengapa kucing Anda tidak pernah menghabiskan makanannya adalah karena mereka tidak menyukai makanannya.

 

Kucing mungkin merasa bosan karena sudah lama memakan jenis makanan tersebut, atau juga karena Anda baru saja memberinya makanan baru.

Makanan baru perlu diperkenalkan dengan perlahan selama satu hingga dua minggu untuk mendorong kucing bisa menerimanya.

3. Masalah dengan tempat makannya

Jika kucing tidak menyukai mangkuk makanannya, kemungkinan besar mereka tidak akan menghabiskan terlalu banyak waktu untuk makan dari tempat makan tersebut.

Bahkan hal itu dapat menyebabkan mereka berhenti makan dan meninggalkan beberapa sisa makanan.

Kucing menyukai mangkuk makanan yang lebar dan dangkal. Hal ini memungkinkan mereka untuk makan tanpa membuat kumis sensitif mereka mengenai sisi mangkuk.

4. Lingkungan yang bising

Selain jenis mangkuk makanan, penempatan lokasi tempat makan juga sama pentingnya. Mangkuk makanan perlu ditempatkan di area rumah yang tenang dengan lalu lintas rendah.

 

Mereka idealnya harus jauh dari hewan peliharaan lain seperti anjing dan jauh dari jangkauan anak kecil.

Jika mangkuk makanan berada di area rumah yang sangat bising dan sibuk, kucing mungkin terlalu gugup atau tidak nyaman untuk memakan makanannya.

5. Masalah medis

Faktor yang juga dapat menyebabkan kucing tidak menghabiskan makanannya adalah masalah medis.

Masalah kesehatan seperti penyakit gigi, penyakit radang usus, penyakit saluran kemih, atau penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan nafsu makan kucing berkurang hilang sama sekali.

Kondisi apa pun yang menyebabkan rasa sakit, mual, atau mengubah indra penciuman kucing akan memengaruhi nafsu makannya.

Hal penting terkait memberi makan kucing

Dilansir dari Cats Protection, berikut 5 hal yang perlu Anda perhatikan tentang memberi makan kucing:

1. Porsi makanan kucing

Seberapa banyak porsi makan kucing atau seberapa banyak Anda harus memberi mereka makan bergantung pada kondisi mereka saat ini, misalnya usia dan berat badannya.

 

Biasanya ada panduan tentang makanan kucing yang memberi informasi seberapa banyak Anda harus memberi mereka makan.

Jika Anda merasa bingung dengan panduan tersebut, bicarakan dengan dokter hewan. Minta saran terbaik berdasarkan kebutuhan makan kucing Anda.

2. Asupan yang tepat

Kucing membutuhkan makanan yang berbeda tergantung pada usia mereka. Anak kucing membutuhkan banyak energi untuk membantu mereka tumbuh dan berkembang.

Kucing dengan usia antara 1 hingga 8 tahun tidak membutuhkan energi sebanyak anak kucing, tetapi mereka membutuhkan keseimbangan nutrisi yang berbeda agar tetap sehat.

Kucing yang lebih tua mungkin membutuhkan lebih banyak protein yang dapat dicerna daripada kucing yang lebih muda.

3. Makanan khusus untuk kucing

Jika kucing Anda memiliki masalah kesehatan, seperti penyakit ginjal, diabetes, atau obesitas, dokter hewan mungkin akan memberikan resep makanan khusus.

Selalu ikuti saran dokter hewan Anda tentang hal ini, karena makanan yang diresepkan memiliki keseimbangan nutrisi yang tepat dalam memastikan kesehatan kucing Anda.

4. Cara mengganti makanan kucing

Mengganti jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh kucing Anda harus dilakukan secara perlahan dan hati-hati.

Sebagai permulaan, Anda bisa memberi mereka sedikit makanan baru di samping makanan yang biasa dimakan, namun dalam mangkuk terpisah.

Jika mereka memakannya, Anda harus secara bertahap menawarkan lebih banyak makanan baru dan mengurangi jumlah makanan lama.

Namun, yang perlu diperhatikan, jangan pernah mencampurkan makanan baru ke makanan laman, karena dapat membuat mereka kesal dan enggan memakannya.***